Header Ads Widget

iklan banner

Ticker

12/recent/ticker-posts

Maraknya Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Dilakukan oleh Orang Terdekat

 


Perempuan adalah makhluk yang lemah. Karena kelemahannya inilah sering kali perempuan menjadi sasaran tindak kekerasan oleh beberapa pihak. Seringkali pelaku tindak kekerasan terhadap perempuan tidak jarang adalah orang-orang terdekat. Seperti halnya suami, orang tua bahkan teman atau kerabat dekat. 

Hal ini dikarenakan banyaknya kesempatan yang dimiliki oleh orang-orang terdekat tersebut tanpa menimbulkan kecurigaan sebelumnya oleh para korban. Korban seringkali bungkam karena mereka merasa hal yang menimpanya adalah sebuah aib yang tidak patut diceritakan kepada orang lain.

Selain itu mereka juga merasa tertekan bahkan mungkin terancam jiwanya apabila menceritakan ke pihak lain. Hal inilah yang mengakibatkan kekerasan terhadap perempuan bagaikan fenomena gunung es yang semakin digali akan semakin banyak kasus yang bermunculan.

Kekerasan pada perempuan tidak hanya berarti kekerasan secara fisik. Kekerasan terhadap perempuan sekarang diakui sebagai masalah kesehatan publik dan pelanggaran hak asasi manusia di seluruh dunia secara signifikan. Ini adalah faktor resiko yang penting untuk kesehatan wanita, dengan konsekuensi yang dapat mencapai kesehatan fisik dan mental mereka. Beberapa jenis kekerasan pada perempuan antara lain yaitu:


Penyiksaan Oleh Pasangan

Salah satu jenis kekerasan pada perempuan yang paling umum yang terjadi pada semua lapisan masyarakat adalah kekerasan oleh partner laki laki atau mantan partner. Istilah kekerasan dari partner atau pasangan mengacu pada penyiksaan yang biasanya terjadi antara suami dan istri atau antara mantan pasangan. Penyiksaan ini bisa terjadi secara fisik, seksual, kekerasan psikologis atau kombinasi dari semuanya. 


Pemerkosaan

Ada banyak mitos mengenai pemerkosaan sebagai jenis kekerasan pada perempuan yang berarti mengadakan hubungan seks diluar persetujuan wanita tersebut. Mitos mitos tersebut didasarkan pada stereotipe mengenai apa yang menjadi perilaku seksual yang layak untuk pria dan wanita. Contohnya kebanyakan orang menghubungkan pemerkosaan dengan serangan kejam oleh orang asing, tetapi pemerkosaan kerap dilakukan oleh seseorang yang mengenal korbannya. Juga ada asumsi bahwa pemerkosaan meninggalkan tanda tanda cedera yang jelas, namun seringkali bukan itu kasusnya. Hanya sekitar satu pertiga dari korban perkosaan mengalami cedera fisik.


Dating Violence

Dating violence atau kekerasan saat berkencan adalah serangan secara fisik , seksual, emosional atau verbal dari seorang pasangan romantis atau seksual. Ini terjadi pada semua wanita pada semua ras dan etnis, pekerjaan dan tingkat pendidikan. Hal ini juga terjadi di seluruh rentang usia. Kekerasan bisa berupa pemaksaan untuk hamil, pemerkosaan, bullying, pemukulan, memisahkan dan melarang bertemu dengan keluarga serta teman dan kerabat, dan masih banyak lagi.


Kekerasan Emosional Dan Verbal

Mungkin seorang wanita tidak berpikir mengenai mengalami jenis kekerasan pada perempuan jika tidak mengalami luka fisik. Akan tetapi kekerasan emosional dan verbal bisa memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang yang sama seriusnya dengan luka fisik. Kekerasan emosional dan verbal termasuk hinaan, percobaan untuk menakuti, mengisolasi, atau mengontrol seorang wanita. Ini juga merupakan tanda bahwa kekerasan fisik akan mengikuti berikutnya. Ketahuilah bagaimana cara mengatasi kekerasan psikis dan macam macam trauma psikologis.


Pelecehan

Jenis kekerasan pada perempuan ini adalah perilaku apapun yang tidak dapat diterima atau komentar yang dibuat oleh seorang kepada orang lainnya. Pelecehan seksual adalah istilah yang biasanya digunakan untuk menggambarkan kontak atau perilaku seksual yang tidak diinginkan yang terjadi lebih dari sekali di tempat kerja, rumah atau sekolah. Hal ini termasuk adanya keuntungan secara seksual atau permintaan bantuan seksual yang dapat mempengaruhi pekerjaan seseorang, pekerjaan sekolah atau di rumah. Pelecehan jalanan adalah perilaku atau komentar yang bisa menjadi seksual dan mungkin menargetkan jenis kelamin, ras, usia, agama, kebangsaan, etnis atau orientasi seksual.


Kekerasan Digital

Arti dari jenis kekerasan pada perempuan ini adalah kekerasan yang dilakukan menggunakan teknologi, khususnya pada media sosial atau pesan teks. Kekerasan digital lebih umum terjadi di kalangan dewasa muda, tetapi juga dapat terjadi pada siapa saja yang menggunakan teknologi seperti smartphone atau komputer dan internet. Kekerasan ini termasuk telepon atau pesan teks berulang yang tidak diinginkan, pelecehan di media sosial, tekanan untuk mengirimkan foto pribadi (sexting), menghina, menuntut balasan sesegera mungkin di email, media sosial dan pesan teks.


Jenis kekerasan pada perempuan adalah pelanggaran serius akan hak asasi wanita dan merupakan kepedulian langsung dalam sektor kesehatan publik karena berkontribusi secara signifikan apabila para petugas kesehatan masyarakat dilatih mengenainya dengan benar. Mereka adalah petugas yang paling dekat dengan korban, dan kemungkinan dikenal dengan dekat oleh korban, masyarakat dan komunitas. 


Pelayanan kesehatan lokal dan komunitas juga memegang peranan penting dalam meningkatkan kepedulian diantara publik untuk mencegah kekerasan ini. Masih ada perdebatan mengenai pendekatan apa yang paling efektif untuk mencegah kekerasan berbasis gender, namun dokumentasi dan evaluasi adalah elemen kunci dalam membangun pengetahuan akan kekerasan ini.


Hukum Indonesia pun memiliki pasal-pasal yang mengatur kekerasan seksual. Sebagai konstitusi, UUD 1945 mengatur masalah ini secara tersirat dalam Pasal 28G dan Pasal 28I. Dalam Pasal 28 G, setiap orang berhak atas perlindungan diri, kehormatan dan martabat, serta rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Sementara dalam Pasal 28I menyebut setiap orang memiliki hak untuk tidak disiksa dan mendapat perlakuan diskriminatif. 


UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga mengatur perihal hak warga negara untuk bebas dari kekerasan seksual. Dalam Pasal 4 menyebut adanya hak setiap orang untuk hidup, tidak disiksa dan tidak diperbudak. Selama ini, penanganan kasus tindak kekerasan seksual mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 


Dalam KUHP, ada banyak pasal yang mengatur kekerasan seksual. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang merusak kesusilaan dan kesopanan (Pasal 281, 282, 283, 283 bis), pemerkosaan (Pasal 285, 286, 287, 288), pencabulan (Pasal 289, 290, 292, 293, 294, 295), memperdagangkan orang (Pasal 296, 297, 506), serta pemaksaan aborsi (Pasal 299). 


Sementara itu, UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT mengatur tentang kekerasan seksual dalam konteks pemerkosaan atau pemaksaan hubungan seksual terhadap istri atau orang yang tinggal serumah. Aturan ini tertuang dalam Pasal 8. Kekerasan seksual terhadap anak juga diatur dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 76D dan 76E tentang pemerkosaan dan pencabulan. Selain itu ada pula Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang sampai pada saat ini masih dalam proses penggodokan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan DPR RI.


Oleh : Nurul Hidyah – 30302100454

Dosen : Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H.






Post a Comment

0 Comments