![]() |
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam saat memperlihatkan barang bukti saat konpres kasus penembakan 6 Laskar FPI oleh Kepolisian |
Jakarta, bmnzone.com - Lembaga HAM dan hukum menduga penembakan 6 anggota Front Pembela Islam (FPI) terindikasi sebagai extra judicial killing atau unlawful killing. Istilah ini untuk menyebutkan pembunuhan di luar proses hukum.
Enam anggota FPI didor oleh polisi karena menurut versi kepolisian, mereka melawan dan menyerang petugas. Nah apa sih maksud dari extra juducial killing atau unlawful killing ini, yuk kita ulas ya.
Terdapat enam orang meninggal dunia dalam dua konteks berbeda, pertama insiden Jalan Karawang Barat sampai KM 49 yang menewaskan dua laskar FPI. Substansi konteks peristiwa saling serempet dan saling serang dengan senpi," ujar Anam dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat.
Sementara dalam peristiwa di KM 50 ke atas, kata Anam, terdapat empat orang yang masih hidup dalam penguasaan resmi petugas negara yang kemudian ditemukan tewas. Komnas HAM menyebut peristiwa tersebut sebagai pelanggaran HAM.
"Penembakan sekaligus empat orang dalam satu waktu tanpa ada upaya lain untuk menghindari jatuh korban jiwa mengindikasikan ada tindakan unlawful killing terhadap laskar FPI," ujarnya.
![]() |
Indriyanto Seno Adji pakar hukum UI |
Menepis anggapan hasil temuan Lembaga HAM tersebut, pakar Hukum Universitas Indonesia (UI) Indriyanto Seno Adji menyebut bahwa tidak ada Unlawful Killing terkait dengan kasus penyerangan Laskar FPI kepada polisi di Tol Jakarta-Cikampek.
Menurut Indriyanto, hal itu merujuk pada temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang melaporkan hasil investigasi atau penyelidikannya, bahwa serangan terlebih dahulu dilakukan oleh anggota FPI saat peristiwa tersebut.
“Ada satu catatan penting rekomendasi Komnas HAM terkait kematian Laskar FPI yaitu serangan terlebih dahulu dilakukan oleh anggota FPI terhadap penegak hukum dalam hal ini, Polri jadi artinya ini adalah tidak ada makna yang dinamakan Unlawful Killing,” kata Indriyanto, Sabtu (9/1).
Justru, kata Indriyanto, keputusan aparat kepolisian saat menjalankan tugasnya dalam hal ini adalah bentuk pembelaan yang terpaksa, lantaran adanya upaya ancaman keselamatan jiwa aparat penegak hukum.
“Yang dilakukan aparat penegak hukum justru sebaliknya, pembelaan terpaksa aparat itu adalah yang dibenarkan memiliki dasar legitimasi dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukun karena ada serangan terlebih dahulu yang ancam jiwa,” ujarnya.
Selain itu, Indriyanto mengatakan, dalam temuan investigasi Komnas HAM juga ada fakta yang tersajikan bahwa adanya baku tembak antara Laskar FPI dan Polisi. Sebab itu, aparat harus menelisik kepemilikan senjata api dari anggota FPI tersebut.
“Selain itu rekomendasi dapat diliat ada related evidence terkait tembak menembak itu dugaan kepemilikan senpi oleh anggota FPI secara illegal jari semua ini memberikan klarifikasi bahwa Unlawful Killing terhadap kematian dua anggota FPI tidak ada kaitan dan tindakan aparat, dapat dibenarkan dan dipertangungjawabkan secara hukum,” tutupnya.
(AF)
0 Comments